Kamis, 25 November 2010

Tentang Cinta dan Sebuah Fenomena


Cinta adalah satu perkataan yang mengandungi makna perasaan yang rumit. Bisa di alami semua makhluk. Penggunaan perkataan cinta juga dipengaruhi perkembangan semasa. Perkataan sentiasa berubah arti menurut tanggapan, pemahaman dan penggunaan di dalam keadaan, kedudukan dan generasi masyarakat yang berbeda. Sifat cinta dalam pengertian abad ke 21 mungkin berbeda daripada abad-abad yang lalu. Ungkapan cinta mungkin digunakan untuk meluapkan perasaan seperti berikut:
  1. Perasaan terhadap keluarga
  2. Perasaan terhadap teman-teman, atau philia
  3. Perasaan yang romantis atau juga disebut asmara
  4. Perasaan yang hanya merupakan kemahuan, keinginan hawa nafsu atau cinta eros
  5. Perasaan sesama atau juga disebut kasih sayang atau agape
  6. Perasaan tentang atau terhadap dirinya sendiri, yang disebut narsisisme
  7. Perasaan terhadap sebuah konsep tertentu
  8. Perasaan terhadap negaranya atau patriotisme
  9. Perasaan terhadap bangsa atau nasionalisme
            Cinta menurut kamus umum Bahasa Indonesia karya W.J.S. Poerwadarminta, cinta adalah rasa sangat suka (kepada) atau (rasa) sayang (kepada), ataupun (rasa) kasih atau sangat tertarik hatinya. Sedangkan kata kasih artinya
Pengunaan perkataan cinta dalam masyarakat Indonesia dan Malaysia lebih dipengaruhi perkataan love dalam bahasa Inggris. Love digunakan dalam semua amalan dan arti untuk eros, philia, agape dan storge. Namun demikian perkataan-perkataan yang lebih sesuai masih ditemui dalam bahasa serantau dan dijelaskan seperti berikut:
  1. Cinta yang lebih cenderung kepada romantis, asmara dan hawa nafsu, eros
  2. Sayang yang lebih cenderung kepada teman-teman dan keluarga, philia
  3. Kasih yang lebih cenderung kepada keluarga dan Tuhan, agape
  4. Semangat nusa yang lebih cenderung kepada patriotisme, nasionalisme dan narsisme, storge
Beberapa bahasa, termasuk bahasa Indonesia atau bahasa Melayu apabila dibandingkan dengan beberapa bahasa mutakhir di Eropa, terlihat lebih banyak kosakatanya dalam mengungkapkan konsep ini. Termasuk juga bahasa Yunani kuno, yang membedakan antara tiga atau lebih konsep: eros, philia, dan agape.
Cinta adalah perasaan simpati yang melibatkan emosi yang mendalam. Menurut Erich Fromm, ada empat syarat untuk mewujudkan cinta kasih, yaitu:
  1. Pengenalan
  2. Tanggung jawab
  3. Perhatian
  4. Saling menghormati
Erich Fromm dalam buku larisnya (the art of loving) menyatakan bahwa ke empat gejala: Care, Responsibility, Respect, Knowledge (CRRK), muncul semua secara seimbang dalam pribadi yang mencintai. Omong kosong jika seseorang mengatakan mencintai anak tetapi tak pernah mengasuh dan tak ada tanggungjawab pada si anak. Sementara tanggungjawab dan pengasuhan tanpa rasa hormat sesungguhnya & tanpa rasa ingin mengenal lebih dalam akan menjerumuskan para orang tua, guru, rohaniwan dll pada sikap otoriter.
Cinta yang dimiliki manusia dapat digolongkan menjadi cinta yang normal dan abnormal. Cinta yang bersifat normal merupakan cinta yang dirasakan oleh sepasang manusia (lawan jenis) dengan memperhatikan batasan-batasan yang seharusnya. Sedangkan, untuk cinta abnormal ialah cinta yang dalam kasusnya ditemukan banyak kejanggalan dan ketidakharusan. Sepenggal kisah cinta abnormal dapat tergambarkan dari peristiwa berikut:
Salah satu kasus adalah pria berusia 35 tahun yang baru saja menikah. Sebutlah namanya Jojo, dosen fakultas ekonomi sebuah perguruan tinggi. Sang istri adalah mantan mahasiswanya. Proses menuju pernikahan berlangsung alot, meski sebenarnya hubungan mereka telah menghasilkan seorang anak laki-laki berusia 3 tahun. Pasalnya ibu Jojo kurang merestui hubungan mereka.
Bagi ibu Jojo (didukung penuh oleh Jojo), meski merupakan wanita baik-baik, Juli (pasangan Jojo) bukanlah pilihan ideal karena berasal dari ras yang berbeda. Juli harus merana sekian lama, membesarkan bayinya sendiri di sebuah kota kecil, disokong oleh sang ayah yang sudah lanjut usia (ibunya sudah wafat).
Saat bayi lahir di rumah sakit, sempat terjadi rebutan antara keluarga Jojo dan Juli. Setelah mengetahui Juli melahirkan bayi yang sehat dan menarik, keluarga Jojo mulai mendekati Juli dengan maksud agar mereka dapat memiliki anak tersebut.
Akhirnya proses menuju perkawinan mulai dibicarakan meski Jojo selalu mengatakan sangat berat kalau harus menikahi Juli. Sejak awal hubungan mereka terseok-seok. Jojo sering mengatakan Juli ”tidak ada apa-apanya” buat dia. Sebaliknya ia selalu memuji ibu dan adik perempuannya. Ia bahkan sering melontarkan sumpah serapah penghuni kebun binatang untuk Juli.
Juli sempat merasa sangat tidak berdaya dan takut menghadapi perkawinannya. Jojo mengharuskan keluarga Juli pun patuh sepenuhnya pada rancangan ibu Jojo. Rencana Juli kuliah S2 (atas biaya sang ayah) dan membangun usaha terancam batal karena ibu Jojo menginginkan Juli bekerja di kantor orang.
Sering ia mengajak berkonsultasi dengan rohaniawan, tetapi Jojo bilang, ”Semua konselormu nggak ada yang bener.” Akhirnya Juli toh menemukan kekuatan. Meski pasangannya tetap berperilaku negatif, ia sudah cukup kuat dan mengerti bagaimana menyikapinya. Itulah sebabnya ia memutuskan menikahi Jojo.
Kasus di atas dapat digolongkan sebagai kasus Oedipus complex, yaitu keadaan dimana seorang pria terlalu terobsesi pada ibunya. Beberapa kasus Oedipus complex dapat terseret ke arah kasus-kasus incest (hubungan seksual antara anak dan orangtua). Tetapi tidak dengan kasus di atas, kasus di atas lebih menjurus kepada fenomena laki-laki anak mami.
Kasus Oedipus complex di atas cenderung terjadi karena bentuk interaksi social yang salah antara anak dengan orang terdekatnya. Sangat mungkin perkembangan kepribadian Jojo disebabkan pola reaksi ibu yang begitu menguasai, dan berusaha ”menggenggam” anak lelakinya sedemikian rupa. Akhirnya anak tidak sanggup lagi melepaskan diri dari kelekatan pada ibunya dan senantiasa merasa membutuhkan perhatian dan pengasuhan sang ibu.


Sumber
http://kesehatan.kompas.com/read/2010/06/01/08345568/Fenomena..quot.Oedipus.Complex

Tidak ada komentar:

Posting Komentar