Maman (60) dan istrinya Maryani (58) sudah kurang lebih 30 tahun menempati rumah sederhana semi permanen di desa Singaparna, Tasikmalaya. Dengan penuh keuletan setiap sore hari menjelang malam mereka membuat adonan pempek untuk dijual keesokan harinya. Pada pagi harinya, kira-kira pukul 6 pagi mereka berangkat, dengan mendorong sebuah gerobak. Tempat mereka berjualan terbagi menjadi dua, Maryani menjual pempek di depan sebuah sekolah dekat rumah mereka di gerobak yang memang sudah terparkir disana, sedangkan Maman masih harus mendorong gerobaknya sampai dengan Alun-alun yang memang jaraknya lebih jauh daripada tempat Maryani berjualan. Maman dan Maryani bukan tidak merasa lelah masih harus berdagang di usianya yang sudah senja. Mereka masih harus membiayai kehidupan sehari hari dan beberapa kebutuhan lain yang sering kali muncul secara tiba tiba. Maman dan Maryani tidak sendirian, mereka memiliki seorang anak laki-laki.Anak laki-laki mereka, Feri, baru saja menyelesaikan pendidikan diploma di Bandung tahun kemarin dan kini bekerja di divisi elektrik salah satu perusahaan di Jakarta. Feri mewarisi semangat hidup yang kuat dari kedua orang tuanya, setelah menyelesaikan pendidikan SD dan SMP dengan baik, ia bisa lolos tes masuk salah satu SMA terbaik di Tasikmalaya. Biaya sekolah yang mahal dan kondisi ekonomi keluarganya amat sangat disadari Feri, untuk itu Feri memanfaatkan semua fasilitas yang diberikan sekolahnya dengan semaksimal mungkin. Feri dan kedua orang tuanya yakin, ia harus bisa menembus bangku kuliah agar hidupnya lebih baik. Dengan keuletannya, jerih payah dan doa dari kedua orang tuanya Feri berhasil mendapatkan beasiswa untuk menyelesaikan pendidikan diploma di Bandung. Meskipun mendapat beasiswa, Feri tidak bisa sepenuhnya menggantungkan hidup pada beasiswa tersebut. Maman dan Maryani juga menyadari hal tersebut, mereka menerima pesanan untuk partai besar dan menitipkan pempek ke beberapa penjual warung dan eceran. Setelah tiga tahun akhirnya Feri bisa menyelesaikan pendidikan diplomanya dan beruntungnya langsung mendapatkan pekerjaan. Kedua orang tua Feri tidak serta merta menghentikan kegiatan berjualan pempek, meskipun sekarang mereka sudah mengurangi jumlah pempek yang diproduksi, bagi mereka Feri masih harus mencukupi kebutuhannya sendiri di Jakarta. Selain karena faktor kebutuhan, bagi Maman dan Maryani berjualan pempek sudah menjadi kebiasaan, menurut mereka akan sangat aneh apabila mereka berhenti berjualan. Mereka sudah terlanjur mencintai pekerjaan untuk berjualan pempek setiap hari.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar