Ini adalah sebuah kisah dari anak perantauan yang terkadang merasakan ditimpa banyak kegalauan. seorang rantau yang harus lebih banyak menahan godaan yang menerpa hati dan pikirannya. Si anak rantau jujur jika imannya sekarang ini mulai menipis, meskipun dulu juga imannya tidak tebal, tetapi kemerosotan itu terasa sangat terasa di hatinya sendiri. Kemerosotan itu berusaha dianulir dengan istilah keimanan manusia yang pada dasarnya bersifat fluktuatif, naik turun, tidak stabil. Tetapi kemerosotan itu tidak bisa didiamkan, dia harus bisa menaikkan imannya kembali, minimal seperti waktu dia masih duduk manis di rumahnya dulu.
Selain masalah iman, si anak rantau pun didera masalah homesick, kerinduan akan rumah, keluarga, dan para sahabat lama yang ditinggalkan di kampung halamannya. Penyakit yang juga dikenal dengan istilah malarindu ini membuat si anak rantau terkadang menangis tersedu-sedu. Selain rasa rindu, terselip juga banyak kekhawatiran. Si anak rantau takut orang-orang yang dia tinggalkan membutuhkannya ketika dia tidak ada atau mendapatkan masalah karena tingkah lakunya di perantauan. Untungnya di tempat perantauannya sekarang si anak rantau memiliki tempat untuk bersandar dan menumpahkan sebagian kemanjaan yang dulunya sangat sering ia tebarkan kepada siapapun. Si anak rantau tidak pernah tau bagaimana nasibnya jika dia tidak memiliki orang-orang yang menjadi tempatnya bersandar di perantauan sekarang. Dan orang-orang itulah yang disebut sebagai sahabat baru bagi si anak rantau.
Tapi di perantauan inilah si anak rantau mempelajari banyak hal baru. Dia mulai belajar untuk mandiri, melakukan beberapa hal sederhana yang dulu tidak pernah ia lakukan sendiri, mulai dari sekedar mencuci dan memasak nasi. Dia pun belajar untuk mengikis kemanjaannya sedikit demi sedikit meskipun itu sulit. Memupuk keberaniannya agar bisa tumbuh subur tapi selalu berusaha untuk membatasinya. Karena keberanian yang terlalu berlebihan baginya dapat membuat dia melakukan beberapa hal gila yang sering terbesit di pikirannya. Selain itu si anak rantau sekarang belajar untuk mengatur pengeluarannya agar tidak terlalu membengkak. Dulu, ketika keuangannya mulai menipis ia tidak pernah menganggapnya sebagai masalah berarti, tapi sekarang ketika keuangannya mulai menipis ia berpikir bagaimana cara untuk mengefisienkan pengeluarannya agar tidak terlalu membengkak. Bagi si anak rantau sekarang, pemborosan adalah sesuatu yang bisa memberatkan kedua orang tuanya. Pengeluarannya di perantauan saja sudah jauh lebih besar daripada pengeluarannya di rumah dulu. Jelas, ia tidak tega untuk menjatuhkan beban yang lebih berat untuk kedua orang tuanya.
Selain belajar untuk mandiri dan mengatur keuangannya, si anak rantaupun belajar untuk menanggung tanggung jawab yang sudah ada di bahunya. Tanggung jawab yang diberikan oleh orang tuanya sebenarnya sederhana, hanya menjalani semua yang sedang ia jalani sekarang ini dengan baik dan menjadi anak yang berbakti bagi mereka dan keluarga yang lain. Tapi timbul tanggung jawab lain karena rasa ingin terlibatnya akan sesuatu. Seperti keinginannya untuk menjamin semua anggota keluarga besar dan semua orang yang diayanginya mendapatkan fasilitas yang terbaik suatu hari nanti, dari mulai masalah sandang, pangan, papan, pendidikan, juga hiburan. Kesannya memang terlalu memanjakan, tapi itulah sebuah cita-cita yang sudah ditanamkan di kepala si anak rantau. Sebuah cita-cita universal yang hampir pasti diinginkan semua orang. Sebuah cita-cita yang sangat besar sehingga tumbuh menjadi rasa tanggung jawab. Untuk mewujudkan semua itu si anak rantau mengalirkan niat yang membuncah di jantungnya ke setiap titik syaraf yang ada di tubuhnya. Mengalirkan niat itu bersama darah dan oksigen yang menjadi tanda-tanda kehidupannya. Semoga semua niat itu bisa tumbuh menjadi kekuatan baginya untuk menggapai cita-cita yang ada di kepalanya dan menanggung tanggung jawab yang ada di bahunya. Semoga jalannya dimudahkan dan ia dikuatkan dalam menjalani perjalanannya tersebut.
Maybe I'll write here like writing in an opened diary, not specified, not very private, and maybe not educated :D
Sabtu, 12 Maret 2011
Anak Rantau
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar